Jumat, 18 Januari 2019

Sulak Telaten Asal Klaten



Sulak Buatan Pak Slamet (Gambar Milik Pribadi)
Minggu pagi di salah satu pusat keramaian Kota Jogja, saya dan calon suami sedang menikmati karnaval yang sedang berlangsung. Kebetulan karnaval tersebut dalam rangka ulang tahun organisasi Islam terbesar yang ada di kota pelajar ini. Singkat cerita setelah menikmati sarapan nasi Langgi yang sebenarnya memang itulah tujuan kami datang ke Malioboro waktu itu. Alhamdulillah ya dapat hiburan gratis dengan melihat karnaval costum unik dari pelajar-pelajar Kota Jogja dengan perut kenyang.
Sembari berjalan melewati jalur pejalan kaki, ada yang menarik perhatian saya dan calon suami saya saat itu. Di tengah hiruk-pikuk alunan music dari drumband anak-anak karnaval yang sedang melewati jalan Malioboro terlihat ada pria senja yang sedang duduk di depan gerbang kantor Kepatihan Yogyakarta.
Yaa, kalau di Jogja kantor Gubernurnya berada di pusat belanja sekaligus pusat wisata Malioboro. Jadi sangat tidak mengherankan jika banyak pedagang kaki lima yang menjajakan daganganya di depan gerbang. Sebenarnya apa yang menarik perhatian saya dari pria senja ini? Beliau mengingatkan saya kepada kakek saya, dengan usianya yang sudah tidak pantas lagi untuk berjualan. Beliau malah dengan wajah bahagia menjajakan dagangannya saat itu.
Pak Slamet (Gambar Milik Pribadi)
Pak Slamet namanya. Beliau berasal dari Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Sebuah kota yang jaraknya kira kira bisa menempuh setengah jam perjalanan dari pusat Kota Jogja. Beliau menjual sulak.  Sulak atau yang kita kenal dengan kemoceng atau duster dalam bahasa inggrisnya merupakan piranti kecil yang sederhana, tetapi fungsi dan manfaatnya luar biasa dalam berperan sebagai pencipta keindahan rumah yaitu kebersihan, membersihkan debu, abu dan lain-lain. Biasanya sulak ini terbuat dari bulu, raffia, kain, woll dan diberi gagang untuk pegangan.  
Sulak atau kemoceng ini adalah kerajinan turun temurun dari negeri Cina. Tetapi di Indonesia sudah banyak juga pengrajin sulak, termasuk Pak Slamet. Berbicara mengenai rezeki memang semua itu datangnya dari Tuhan. Tapi manusia tetap harus berusaha untuk menjemput, karena rezeki tidak akan datang tiba-tiba. Oleh karena itu, Pak Slamet yang kelahiran tahun 1937 ini setiap hari minggu selalu berkunjung ke Kota Jogja untuk menjual hasil kerajinan yang di buatnya setiap hari bersama Mbah Uti, sebutan untuk istri kesayangannya.
Sulak Pak Slamet (Gambar Milik Pribadi)
Kakek yang kini usianya sudah mencapai 82 tahun ini biasanya menjual barang dagangannya di daerah sekitar jalan Malioboro saat pagi hari, ketika sudah menjelang siang sekitar pukul 11.00 WIB, beliau akan pindah lapak ke area tengah pasar Bringharjo. Dengan berjalan kaki, hanya menggunakan topi dan sandal jepit sederhananya serta harapan yang kuat agar bisa mendapat rezeki hari itu beliau kuat berjalan memikul sulak-sulak yang dijualnya.
Saya dan calon suami saya sempat bercengkerama dengan beliau yang murah senyum ini. Dengan sumringah beliau menjawab ketika saya bertanya bapak ke Jogja naik apa? “Saya naik bis dari Klaten jam 9 pagi, turun di Janti terus oper naik trans Jogja ke Malioboro. Nanti jam setengah 4 sore baru pulang lagi,” tuturnya.
Pak Slamet di depan Gerbang Kepatihan (Gambar Milik Pribadi)
“kalau dulu waktu masih muda tahun 70-80an saya jualannya jauh-jauh sampe ke Purwokerto, Blora, Cepu, Ngawi. Daerah Jawa Timur sana” ujar kakek dari 10 orang cucu ini.
Beliau juga bercerita kadang dengan berjualan sulak belum bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam sehari ia berjualan hanya laku 10-12 buah sulak. Kadang pernah ia pulang hanya dengan tangan kosong saja. Tetapi ia tak pernah pantang menyerah untuk tetap berjualan demi kelangsungan hidupnya. Semoga Pak Slamet selalu dalam Lindungan Allah dan selalu di berikan kesehatan yang baik agar bisa tetap terus berjualan sedia kala. Bagi teman-teman yang mempunyai waktu senggang di Hari minggu, main-mainlah ke Malioboro sambil menikmati pagi yang indah di Jogja, jangan lupa jika melihat Pak Slamet, lariskan dagangannya yah. *dpm*
 
Pak Slamet (Gambar Milk Pribadi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

With Kadin We Make and Love Local Pride From Indonesian

B erb icara soal kebudayaan Indonesia memang tidak akan ada habisnya dari Sabang sampai Merauke. Setiap daerah memiliki kebudayaan dan ...