Minggu, 28 Oktober 2018

Pejantan Tangguh Tunanetra


Apa yang akan kamu lakukan jika kamu memiliki kondisi fisik yang tidak sempurna?.
Ya.. Tidak sempurna yang artinya fisik kamu memiliki keterbatasan untuk melakukan aktivitas dengan normal. Tentu akan mengalami beban lahir bathin, bukan?
Jika kamu terus mengeluh dengan kondisi yang diterima, maka kehidupan akan menjadi beban yang semakin berat. Ingatlah bahwa masih banyak diantara kita yang kondisinya lebih memprihatinkan. Dengan rasa tulus dan ikhlas serta yakin akan takdir yang diberikan Tuhan-lah yang bisa membuat kita bangkit dari rasa malas dan optimis untuk bekerja keras mendapatkan tujuan hidup.
doc.es
Muhammad Furqon, merupakan laki-laki kelahiran tahun 1991 yang tangguh dan patut diteladanin. Dengan kondisi yang kurang secara fisik dalam penglihatan tak lantas membuat pria muda ini sering mengeluh ataupun protes. Ia adalah penyandang tunanetra dari lahir yang berprofesi sebagai penjual makanan kecil keliling. Ia berjalan kaki sepanjang jalan kota Yogyakarta untuk menjajakan dagangannya. Box berukuran sedang berwarna kuning ia gunakan untuk tempat kerupuk yang selalu ia panggul. Ia berjalan dengan bantuan tongkat saat ia berkeliling menjual kerupuk yang ia jual.

Selain bekerja keras dengan berjualan keliling ada hal yang sangat mengagumkan dari sosok Furqon ini yakni ia juga berprofesi sebagai pengajar di SMK Muhammdiyah Kretek, Bantul.
”Saya hari-harinya nemenin anak-anak belajar di SMK Muhamadiyah Kretek. Ngajar di semua kelas mulai kelas X, XI,XII. Secara resminya, SK saya di Aqidah dan Fiqih tetapi ketambahan jam dan mesti mengisi kekosongan guru yang belum ada jadi saya mengisi mata pelajaran bahasa Arab. Meskipun bahasa arab saya baru baru belajar”, tutur pria yang baru berusia 27 tahun ini.

Dulu sebelum Furqon mendapatkan pekerjaan menjadi pengajar, ia berjualan setiap hari dengan jalan kaki. Wilayah paling jauh berdagangnya Furqon ini adalah Jalan Kaliurang. Wilayah jelajahnya mulai dari daerah Maguwo, ia juga pernah mulai berjualan dari wilayah kampus UIN Jogja daerah Papringan sampai ke Kopma UGM (Universitas Gajah Mada) dengan melewati Masjid Kampus UGM, daerah Jalan Sagan ke Utara sampailah kakinya menjejaki Jalan Kaliurang, kemudian ia berputar arah lagi ke daerah Rumah Sakit dr.YAP Yogyakarta.
Sekarang sejak mengajar di sekolah, waktu berjualannya Furqon jadi terbatas. ”Saya jualan setiap Senin sampai Kamis masuk siang, jadi biasanya dari kost temen tempat saya numpang istirahat saya sudah turun dari jam setengah 7 pagi jalan kaki ke halte jam 7 sudah sampai sekolah. Tiap hari balik ngajarnya sore. Setelah ngajar saya shalat dulu, nyuci, bada’ Magrib saya jalan lagi, ya berjalan kemana kaki melangkah saja”, tambah pria yang murah senyum ini.
doc.es

Dengan mendapatkan produk dagangan kerupuk dari temannya, setiap hari Furqon mengambil 30 bungkus yang ia jual sebesar Rp. 10.000 per bungkusnya. Ia berjalan mengikuti rentak kakinya melangkah. Dengan mukjizat Allah, ia bisa menghafal seluk-beluk jalan yang ia lewati setiap hari sehingga ia tidak tersasar. Kadang kadang saat waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB, dagangan Furqon masih tersisa 14 bungkus bahkan lebih. Mengetahui dagangannya masih banyak di box kuningnya, ia tetap terus melangkahkan kakinya untuk berjualan tanpa mengenal rasa lelah.
Furqon yang berasal dari Demak ini sudah pindah ke Yogyakarta sejak tahun 1999. Selama di Yogyakarta ia mengikuti yayasan YAKETUNIS. Yayasan ini merupakan lembaga social yang membina teman-teman tunanetra mulai dr tingkat SLB hingga perguruan tinggi. Nah dari YAKETUNIS lah, Furqon dapat menempuh pendidikannya mulai dari pendidikan dasar di SLB tahun 2006 hingga ia lulus pendidikan perguruan tinggi di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada tahun 2016.
Kecacatan fisik ternyata tidak menghalangi seseorang untuk memiliki keutuhan. Malah sebaliknya, terkadang orang-orang yang punya fisik utuh memiliki cacat mental, karena tidak kuat menghadapi badai yang menerpa dikehidupan ini. Berbeda dengan Furqon ia memiliki keinginan yang sangat mulia.
“Saya juga punya keinginan bagaimana untuk mengajarkan kepada anak-anak dan adik adik saya di SMK untuk senantiasa menghargai suatu pekerjaan bagaimanapun profesinya. Siapapun yang dihadapannya mereka baik itu orang tua atau guru atau keluarganya, karena suatu profesi itu bukan dilihat dari bentuknya tetapi dilihat dari manfaatnya serta semangat. Untuk siapa kita berprofesi dan untuk apa kita berprofesi.”, jelasnya furqon dengan seksama.
Walau memiliki keterbatasan, Ia tak mau mengiba dan berharap belas kasih orang lain.
”Kita yang sebagai pedagang kasongan masih dianggap remeh oleh masyarakat umum. Di masyarakat kami tunanetra ini memiliki stigma sebagai peminta-minta. Dan saya beserta teman-teman saya punya visi-misi ingin menjauhkan stigma tersebut dari masyarakat. Kami bisa survive dan bisa menyesuaikan lingkungan sekitar, Meski usaha kami berbeda-beda, dan kami berusaha semampu yang bisa kami dilakukan’’, kata pria muda ini dengan semangat.
Dengan kondisi dan pendapatan yang kecil dari berjualan kerupuk tak lantas membuat Furqon putus asa untuk mencari nafkah. Ia yakin bahwa kegigihannya akan membuahkan hasil. Di lain sisi, dengan rasa ikhlas, Sang pencipta akan memberikan rezeki yang lebih baginya.

Bagi kita yang melihat usaha Furqon ini, kita tidak mengetahui apakah pekerjaan dengan berjualan keliling ini sebagai sumber penghasilan utamanya, dipaksa keadaan? Atau, mungkinkah Muhammad Furqon ini mencari tambahan dengan melakukan pekerjaan ini semacam hobi. Atau, adakah hal di luar dirinya memaksa demikian? Entahlah. hanya Furqon dan Tuhan saja yang mengetahuinya. 
doc.es
Hidup adalah sebuah perjuangan. Mungkin moto inilah yang menjadi pedoman mereka para penyandang difabel dalam menjalani hidup. Dan, mereka pun telah menjadi tangguh dengan caranya masing-masing. Sebagai manusia yang dianugerahi fisik sempurna, sepatutnya kita bersyukur bisa menikmati indahnya dunia.

Apapun keadaannya, di manapun sedang berada, dan apapun tantangan yang sedang dihadapi dengan fisik dan mental yang utuh kita sanggup melaluinya dengan rasa syukur dan mendapat tuntunan dari Sang Illahi. Jadi, tidak perlu ragu untuk bercita-cita dan yakinlah dengan langkahmu. Ketangguhan menjalankan hidup Furqon bisa menjadi inspirasi kita. *dpm*

Selasa, 16 Oktober 2018

Lewat Kopi Kata Tertutur, Nostalgia Masa Kecil Terhatur


Kedai kopi merupakan hal yang tidak asing lagi di telinga kaum milenial. Antusiasme yang tinggi dari masyarakat dalam mengonsumsi kopi sangat terlihat di setiap kedai kopi yang menjamur di mana-mana. Menikmati kopi di kedai kopi telah menjadi gaya hidup masyarakat Indonesia masa kini. Kedai kopi merupakan suatu tempat yang menyediakan minuman seperti kopi, teh, dan minuman lainnya. Tempat yang nyaman dengan suasana yang nyaman membuat pelanggan betah untuk berlangganan secara terus menerus. 
doc.es
Nekad membuka kedai kopi di tempat kelahiran dilakukan oleh Aryo, seorang pria kelahiran tahun 1981 asal Kota Gede. Diantara menjamurnya kedai kopi di Yogyakarta, ia berani mengambil resiko membuka kedai kopi yang diberi nama Kopinutur di Jalan Mondorakan, Kota Gede, Yogyakarta. Menurut Aryo, kedai yang sedang dirintisnya ini adalah sebuah ruang yang digunakan untuk mengenalkan kepada masyarakat Kota Gede terhadap tradisi “ngopi” (minum kopi). ”Dasarnya saya memang senang kopi. Kenalan dengan kopi pertama kali di Surabaya saat saya merantau, selain itu juga saya ingin mengenalkan kepada masyarakat Kota Gede kalo ngopi tanpa gula, karena kebiasaan orang jawa adalah ngeteh (minum teh), tambahnya. Selain itu juga pemilik dari Kopinutur ini juga sudah lelah merantau bertahun-tahun di beberapa kota besar lainnya di Indonesia sehingga ia semakin memiliki niat yang kuat untuk tetap membuka kedai kopi di tanah kelahirannya sendiri. “ itung-itung saya pulang kampung karena saya sudah merantau ke Jakarta, Surabaya, Ternate, dan Maumere sejak tahun 2001 hingga 2018”,tutur pria yang ramah ini.
doc.es
Berbicara mengenai konsumen yang terdiri dari berbagai sikap, Di Indonesia ada juga penikmat kopi yang mampir di kedai kopi hanya untuk sekedar menghabiskan waktu lenggang, dan ada juga yang mengadakan pertemuan di kedai kopi atau dijadikan sebagai tempat meeting point. Kedai kopi telah banyak memiliki manfaat tersendiri bagi berbagai tipe konsumen, dan konsumen juga otomatis memanfaatkan kedai kopi untuk kepentingan mereka sendiri. 
Penikmat kopi pada umumnya tentu lebih memilih kedai kopi yang berfasilitas lengkap dan memenuhi kebutuhan yang mereka inginkan. Berbeda dengan Kopinutur yang baru saja berdiri pada bulan April 2018 lalu. Kedai kopi ini sengaja tidak menyediakan fasilitas wifi dan stop kontak untuk para pengunjungnya di meja, hal ini dilakukan guna untuk menghidupkan thema atau konsep dari kedai kopi tersebut yaitu ingin membuka kedai kopi yang ketika pelanggannya datang memang datang untuk mengobrol atau berbicara lebih intim. “memang sengaja ga pasang wifi dan gak kasi stop kontak di tiap meja, biar kalo ada yang datang mereka lebih asik ngobrolnya, gak main hape. Kecuali jika ada teman-teman mau nugas, saya sediakan kabel untuk laptop. Tinggal bilang aja sama saya, akan saya sediakan” katanya Aryo selaku pemilik dan barista di kedainya. 
Dengan konsep yang unik, Kopinutur adalah contoh kedai kopi yang low profile. Letaknya berada di pinggir jalan di daerah Kota Gede. Tepatnya berada di depan Masjid Perak Kota Gede, sangat mudah untuk ditemukan. Kedai kopi yang minimalis ini cukup ramai dikunjungi setiap harinya kecuali pada hari Selasa. Karena pada hari tersebut kedai ini akan libur sehari.
Ternyata dibalik liburnya Kopinutur pada setiap hari Selasa, ada kisah yang menarik yang diceritakan oleh sang pemilik kedai.” Jadi ceritanya Dulu banget di Kota Gede ini ada warung bakso tradisional, letaknya  di pasar ke arah selatan terus. Nah, dulu warungnya tiap selasa tutup. Hal itu juga berlaku pada pedagang lainnya. Kenapa dulu di Kota Gede tiap selasa tutup karena banyak pengrajin perak bayaran (mendapat gaji) pada hari Sabtu, hari Minggu masak-masak, Senin makan makan. Selasa uangnya abis lagi. Rabu becer lagi (cari uang lagi). Memory tentang hari Selasa itu lah yang ingin saya hidupkan di kedai Kopinutur ini”, jelas Aryo secara detil.
doc.es
Diantara konsep uniknya kopinutur banyak menyediakan varian biji kopi, saat ini ada delapan toples biji kopi yang berbeda varian yang tersedia di kedai oleh sebab itu jika teman-teman pecinta kopi yang penasaran dengan sajian kopi yang ada di Kopinutur silahkan datang beramai-ramai ajak pacar, teman, sahabat untuk menikmati secangkir kopi yang enak di tempat yang nyaman. Kedai ini buka setiap hari Rabu hingga Senin, mulai pukul 07.00- 10.00 WIB, kemudian buka lagi pada pukul 16.30-23.30 WIB. Jika penasaran boleh di stalking dulu instagramnya @kopinutur. Selamat minum kopi ya gaes… ^___^ *dpm*

Sabtu, 13 Oktober 2018

Membaca Itu Seperti Oksigen, GRATIS !!!

Selalu ada keasyikan tersendiri saat menikmati suasana malam di antara keramaian pasar tradisional di daerah yang sedang kita kunjungi. Khususnya Pasar Legi yang merupakan salah satu saksi sejarah di Kota Gede, Yogyakarta. Melihat hiruk-pikuk kegiatan jual-beli masyarakat setempat, mengenal komoditas barang yang diperdagangkan, serta tak lupa untuk mencicipi berbagai macam jajanan tradisional khas yang dijajakan pedagang setempat.
doc. yg

Sambil menikmati jajanan malam di Pasar Kota Gede, ada yang unik di salah satu malamnya, yakni pada setiap hari kamis malam (malam jumat) di Pasar Legi ini terdapat sekumpulan remaja dan mahasiwa yang sedang asyik membaca di pojok Pasar Legi. Ternyata mereka adalah sekumpulan komunitas yang membuka lapak baca secara gratis yang lebih di kenal dengan Perpus Jalanan Kota Gede.
Perpustakaan jalanan memang bukan ide baru. Mungkin jauh sebelum komunitas Perpus Jalanan Kota Gede ini, di Depok, di Makasar, Pontianak, Bogor, bahkan Negara jiran Malaysia juga ada gerakan membaca buku di jalanan yang masif dan konsisten, bahkan bukan tidak mungkin juga di berbagai daerah lain banyak juga yang mengadakan kegiatan yang serupa.
Sebenarnya banyak masyarakat yang bisa membaca atau membeli buku-buku melalui media elektronik (seperti e-book, PDF) pada zaman canggih seperti ini karena cara tersebut lebih instan, tak perlu kunjungi perpustakaan sekolah atau perpustakaan pemerintah yang menguras energi dikarenakan persyaratannya yang rumit. Fenomena inilah yang melatarbelakangi pemuda yang bernama Robby dan Miko untuk mengajak teman-temannya membawa buku-buku dan menggelarnya di ruang terbuka seperti di pinggir jalan raya.
doc. yg
Sesuai dengan namanya, Perpus Jalanan Kota Gede adalah sebuah komunitas perpustakaan yang membuka lapak baca dijalanan. Lebih tepatnya mungkin bisa dikatakan sebagai sebuah lapak baca yang hanya bemodalkan spanduk bekas.
Walaupun konsepnya perpustakaan jalanan, komunitas ini juga tidak jarang mengadakan diskusi-diskusi ringan ketika lapak baca digelar. Banyak hal yang bisa dibahas ketika sudah berkumpul di lapak baca. Seperti membahas tentang fenomena di lingkungan sekitar dan yang terjadi di kehidupan sehari-hari, membahas sesuatu dengan obrolan “serius tapi santai”. 
doc. yg

Sesuai dengan tagline komunitas ini “Membaca itu seperti Oksigen, Gratis!”, buku yang tersedia di lapak dapat dibaca oleh siapapun, tak peduli siapa, darimana, usia atau bagaimana mereka, semua bebas datang dan membaca sesuka hati semua bahan bacaan yang ada dengan gratis.
Di komunitas ini tersedia berbagai macam buku, mulai dari buku pelajaran, novel, komik dan buku yang lainnya pada umumnya. Jika ada yang berkenan untuk membawa pulang buku bacaannya, dapat juga dipinjam secara gratis hanya bermodalkan foto kartu identitas. Jadi bagi siapapun yang ingin datang ke Perpus Jalanan Kota Gede, silahkan datang pada hari kamis malam atau malam jumat, tak perlu ragu atau malu, mari berteman, mari berbagi, dan mari menjadi bagian dari keluarga. Cukup hanya dengan membawa senyuman dan niat membaca. *dpm*




Rabu, 10 Oktober 2018

From Balloon, Life Must Go On...!!!


Balonku ada lima… 
Rupa rupa warnanya…
Hijau, kuning, kelabu.. 
Merah muda dan biru…
Meletus balon hijau.. Doorr..!!
Hatiku sangat kacau.. balonku tinggal empat…
Kupegang erat-erat…


doc. es
Seperti lirik lagu anak-anak di atas, balon merupakan mainan anak kecil yang pernah jaya pada masanya hingga saat zaman mileninal seperti tahun 2018 ini, gelembung udara ini pun masih digunakan selain untuk penggembira hati anak kecil, juga sebagai penyambung hidup khusus untuk Pak Giman, Sang Pejual Balon di Kota Perak Yogyakarta.
Pria paruh baya yang berasal dari Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul ini sudah lama berjualan balon. Sebelumnya pada tahun 1970 beliau berjualan mainan anak kecil seperti terompet dan mainan anak lainnya hingga pada suatu titik beliau merubah profesinya untuk berdagang balon udara saja mulai tahun 1980 hingga saat ini.
Saat sebelum merubah pendirian untuk berjualan balon saja, Pak Giman mengumpulkan uang dengan berjualan terompet dan mainan anak lainnya agar bisa membeli sebuah tabung gas hydrogen. “dulu dagang tet tot tet tot karo mainan lain ne sampai uang dadi  Rp.500.000, buat beli tangki”, tuturnya terbata-bata sambil menjelaskan betapa bangganya ia bisa membeli tabung gas hydogennya dengan jerih payahnya sendiri. 
doc. es
 
Dengan keadaannya yang lumpuh akibat penyakit polio yang dideritanya sejak sekolah dasar tingkat kelas tiga, Pak Giman hanya bisa berjualan balon dengan berjalan kaki menggunakan tongkatnya di sekitaran wilayah Kota Gede. Salutnya pria yang berusia 65 tahun ini memiliki prinsip yang wajib ditiru oleh kawula muda saat ini yakni pantang untuk meminta-minta kepada orang lain. “Saya ga ono punya pikiran buat ngemis, sing penting usaha yang halal”, ujar pria yang bertubuh renta ini.
 “kalau ono sing beli berturut-turut bisa Rp. 10.000 sampai Rp. 20.000. Uang ne buat beli nasi kucing karo es teh Rp.5.000. Sisa uang ne tak tabung”, ungkap pria yang hanya makan sehari sekali ini. Pak Giman menceritakan bahwa terkadang dagangannya ada yang beli banyak, hal itu terjadi saat ia menerima pesanan ulang tahun atau acara sekolah. Tetapi tidak jarang jua ia bahkan tidak menjual satu balon pun dalam sehari. Menjual balon yang per satuannya hanya dihargai sebesar Rp. 5.000, Pak Giman tetap sabar menjalani hidup tanpa mengeluh. 
doc. es
Sebenarnya sangat mudah untuk menemui Pak Giman, di waktu pagi hari beliau akan menjajakan dagangannya di lapangan Karang atau di Pasar Gedhe, Kota Gede. Kemudian menjelang sore hari beliau akan pindah lapak di depan  kantor Pegadaian Basen atau tepatnya di depan Kampung Wisata Basen. Nah, jikalau ada teman-teman yang sedang berwisata di Kota Perak, Yogyakarta sempatkanlah untuk mampir sebentar ke lapak Pak Giman, Jangan lupa bantu lariskan dagangannya ya. Semoga Pak Giman sehat selalu. *dpm* 



With Kadin We Make and Love Local Pride From Indonesian

B erb icara soal kebudayaan Indonesia memang tidak akan ada habisnya dari Sabang sampai Merauke. Setiap daerah memiliki kebudayaan dan ...